
Oleh
: MUHAMMAD ISHAK THAIB
Bermula
dari tanda-tanda masih adanya sisa benda-benda budaya dan bersejarah baik yang
masih tersimpan di rumah-rumah penduduk maupun adanya penawaran dari masyarakat
terutama dari para pengumpul “barang-barang antik” kepada penulis.
Kemudian
tekad untuk mengumpulkan benda-benda peninggalan semakin menguat, tatkala
banyak tersiar kabar bahwa benda-benda peninggalan yang ada di Daik sudah
banyak “terlepas” melalui bisnis tembaga besar-besaran dan perburuan barang
antik yang merajalela beberapa tahun silam bahkan masih terjadi saat ini.
Memang
permasalahan telah “raibnya” benda budaya dan bersejarah di Daik, sangat
panjang untuk didiskusikan, karena keadaan masyarakat yang terhimpit ekonomi
tidak akan mampu bertahan dengan saran dan anjuran, sedangkan disisi lain telah
tercipta pula peluang usaha bisnis antik yang selalu datang dan merayu.
Berdasarkan”
tak pernah terlambat untuk berbuat, bertindak cepat supaya selamat”, pada bulan
agustus 2001 penulis mencoba mengumpulkan setiap benda-benda budaya atau
bersejarah yang ditawarkan sebatas kemampuan dan sejak inilah penulis baru
mengenal lebih mendalam nama-nama benda budaya dan bersejarah seperti paha,
senjong, embat-embat, kain telepok dan lain-lain, Yang kesemuanya banyak dan
pernah diproduksi di Daik. Selanjutnya penulis berusaha berkonsultasi dengan
wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Riau (Bapak Ansar Ahmad, SE) dan Kepala Dinas
Pariwisata Kabupaten Kepulauan Riau (Bapak Drs. Robert Iwan Loriaux) bahwa
dalam rangka penyelamatan benda-benda peninggalan budaya/sejarah dan mendukung
program wisata Kabupaten Kepulauan Riau perlu dibangun sebuah museum di Daik
Bunda Tanah Melayu. Usulan ini tidak sekali-kali bermaksud mengesampingkan
Pemerintah Kecamatan Lingga sebelumnya yang “mungkin” telah menggagas kearah
pemikiran yang sama.
Guna
meyakinkan bagi para pembuat kebijakan, pada hari senin tanggal 1 Oktober 2001
telah siap diupayakan pemajangan benda-benda budaya di rumah kediaman Bapak
Said Abdul Hamid jalan Robat Daik kehadapan Bapak Bupati Kepulauan Riau (Bapak
H. Huzrin Hood), Wakil Bupati Kepulauan Riau (Bapak Ansar Ahmad, SE), Anggota
DPRD, Kepala Dinas Instansi Kabupaten kepulauan Riau yang waktu itu berkunjung
ke Daik bersempena dengan acara pembukaan KNPI CUP wilayah Singkep, Lingga dan
Senayang. Namun sayang waktu jualah yang membatasi waktu itu, sehingga niat
tersebut belum dapat terkabulkan.
Kegagalan
itu bukan harus menjadi bencana dan putus asa, karena pada tanggal 29 oktober
2001 penulis mencoba mengajak Bapak Wakil Bupati (Bapak Ansar Ahmad, SE) dan
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Riau (Bapak Drs. Robert Iwan
Loriaux) yang ketika itu mengunjungi Kecamatan Lingga dalam rangka penutupan
KNPI CUP, untuk bersilahturami ke rumah kediaman Bapak Said Abdul Hamid guna
melihat-lihat koleksi benda-benda budaya dan bersejarah yang dikumpul sejak
tahun 1963.
Dari
kunjungan tersebut ternyata mendapat tanggapan yang sangat positif, baik dari
Wakil Bupati maupun Dinas Pariwisata. Salah satu kalimat yang diucapkan Bapak
Wakil Bupati saat itu kepada penulis adalah “Saya tak sangka ada benda-benda
seperti itu di Daik, padahal saya sudah beberapa kali pergi ke Daik”.
Fokus
awal pembangunan museum semula ditujukan pada rumah Bapak Said Abdul Hamid atau
di sekitar kediamannya. Namun pada saat itu waktu sangat terbatas dan belum
adanya titik temu kesepakatan, sementara jadwal pembangunan semakin mendesak
untuk segera membuat keputusan tentang persiapan lokasi pembangunan museum.
Memahami
keadaan tersebut pada hari sabtu tanggal 27 April 2002 dilaksanakan pertemuan
dengan tokoh masyarakat, dan LSM dikediaman Camat Lingga, dihadiri Bapak R.
Ruslan, Syaiful Anwar Majid, Ismail Ahmad, Hasan Basri Hamzah, M. Amin Komeng,
E. Arsyad, Sulaiman Ahmad, Abdullah HMY, R.M. Amin, H. A. Gani AR, Huzuan H.M.
Ali, Abdullah Hamid, Khairul Basyar dan Agus Karyadi (Lurah Daik) telah
menghasilkan beberapa pilihan lokasi pembangunan yaitu :
1. Di
rumah Pak Datuk (Rumah Almarhum E. Muhammad Bin E. Kahar)
2. Samping
Kantor Camat Lingga (Lapangan Hang Tuah)
3. Di
jalan menuju Istana Damnah (pada tanah Bapak Sulaiman Atan)
Alternatif
nomor tiga merupakan usulan dari Bapak Ismail Ahmad (mantan Lurah Daik) yang
mengatakan bahwa ada masyarakat (Bapak Sulaiman Atan) yang bersedia menghibahkan
tanah miliknya untuk pembangunan museum dengan harapan kepada pemerintah,
kiranya kepada pemberi hibah dan atau keluarganya dapat dibantu untuk bekerja
di museum (penjaga museum). Usulan ini juga mendapat tanggapan yang baik dan
hampir dimufakati oleh seluruh peserta pertemuan.
Waktu
terus berjalan dan mendesak, sementara pilihan pertama belum ada tanda-tanda
dapat direalisasikan, sedangkan pilihan ke dua kurang disepakati mengingat
terlalu dekat dengan kantor camat dan lahan pun sangat terbatas, sehingga keputusan
pembangunan museum di jalan menuju istana Damnah pada tanah hibah bapak
Sulaiman Atan seluas 2600m yang berjarak sekitar 10 m dari makam Yamtuan Muda X
Raja Muhammad Yusuf.
Pembangunan
museum dibangun pada bulan Agustus 2002 melalui proyek dari Dinas Kebudayaan,
Seni dan Pariwisata Propinsi Riau TA. 2002 dengan dana sekitar 412.000,000,-
oleh pelaksana/kontraktor CV. Putri Permata Tanjung Pinang, sedangkan rumah
penjaga museum dibangun pada tahun yang sama melalui proyek dari Dinas
Pariwisata Kabupaten Kepulauan Riau dengan jumlah dana sebesar Rp.165.674.000,-
Setelah
selesai dibangun diadakan do’a selamat pada hari Rabu tanggal 7 Mei 2003 yang
dihadiri lebih kurang 50 orang dengan sajian hidangan nasi dagang serta
disejalankan penyerahan Surat Keputusan Penjaga Museum kepada Sulaiman Atan dan
Penjaga Replika Istana Damnah kepada Ramlan Hitam. Kesempatan ini juga diadakan
penyerahan pertama sumbangan kepada museum sebagai langkah motivasi, dan
“maksud tersembunyi” kepada masyarakat untuk sama-sama ikut peduli menambah
koleksi di museum. Sumbangan pertama berasal dari penulis (Camat) berupa 1 buah
kukur, kemudian diikuti ketua PKK Kecamatan Lingga Ibu Noni Stiawati (istri
penulis) yaitu 1 buah tempat bara dan Zahari (staf Kantor Camat) berupa 1 buah
tempayan. Penulis sangat yakin dengan semangat dan budaya melayu yang sangat
melekat pada masyarakat Lingga, sumbangan-sumbangan tersebut akan segera
menyusul dan juga menjadi catatan sejarah bagi keberadaan museum ini.
Untuk
mengisi museum, pada hari sabtu tangal 14 Juni 2003 telah diserahkan seluruh
benda-benda budaya dan bersejarah yang telah dinilai sebelumnya oleh Tim Balai
Kajian Sejarah dan Nilai-Nilai Tradisional (Pimpinan: Drs. Sindu Galba) dan
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Riau yang datang ke Daik pada bulan Nopember
2002, melalui pengadaan Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Riau TA.2002 ke
Musium Daik, yang sebelumnya dititipkan sementara di kediaman Rumah Dinas Camat
Lingga. Sedangkan foto-foto pembesar kesultanan dan keadaan ”tempo doloe” telah
diserahkan lebih awal melalui Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Riau.
“Pembangunan tidak pernah berhenti dan segala upaya terus
dicari“. Begitulah semangat untuk mewujudkan suatu harapan. Walaupun sebuah
museum sudah didirikan,sebagian kecil benda-benda budaya dan bersejarah telah
diletakkan,tetapi himbauan dan usulan tak pernah surut. Anjuran ke masyarakat
pada setiap kesempatan terus digaungkan, baik melalui maklumat, surat maupun rapat supaya
masyarakat berminat dan sepakat meletakkan benda-benda budaya dan bersejarah di
museum agar lebih selamat, terawat dan bermanfaat.
Begitu juga dengan usulan melengkapi
peralatan museum agar tertata, terpelihara dan lebih aman terus di lakukan.
Termasuk juga pengaturan pertamanan,jalan, penghijauan dan seterusnya harus di
pikiran.tak lupa juga mencari nama museum yang patut untuk diberi.
Kini museum telah ada, tidak tahu apakah ia
sebagai “penyelamat”, banyak manfaat, tempat istirahat, rumah yang banyak
diminat atau sebagai tanda Daik pernah “HEBAT”. Apapun pertimbangannya yang
paling penting menurut hemat, kita harus berbuat untuk kemajuan Lingga. Bak
sebuah pantun:


Paling
tidak museum ini dapat memberikam pengetahuan yang tak ternilai kepada setiap
generasi. Atau memberikan pengetahuan sejarah, karena sejarah adalah fakta yang
bermakna.
Terima
kasih kepada Bapak Gubernur Riau dan Kepala Dinas Kebudayaan, Seni dan
Pariwisata Propinsi Riau, Bapak Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan
Riau. Terlebih lagi kepada masyarakat Kecamatan Lingga dan warga Lingga di
perantauan yang telah memberikan dukungan penuh terhadap pembangunan museum.
Mudah-mudahan upaya-upaya revitalisasi, relokasi, peduli dan entah apa lagi
terhadap potensi Lingga tidak berhenti sampai di sini. Majulah Melayuku, Majulah
Museumku, semuanya sangat tergantung pada kemauan dan kerja keras kita.
Daik, 16 Juli 2003
Penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar